Baca Aja Deh ^^

Senin, 26 Maret 2012

Kau Masih Yang Terindah

Diposting oleh Nhia Andinhy di 08.28 0 komentar

Assalamu Alaikum Wr. Wb
Dalam postingan kali ini saya ingin menyuguhkan *cielah* sebuah cerpen amatiran yang berjudul “Kau Masih Yang Terindah”
Mohon maaf apabila terdapat kesamaan nama.

---------------------------------------------------------------------------------------------
 Kau masih yang terindah.

                7 tahun berlalu, penghianatan yang kau suguhkan padaku. Tapi entah mengapa, aku masih sangat menyayangimu. Meski sakitku tak bisa kuelakkan dalam kalbuku. Meski pahit itu masih terasa. Aku tetap tak bisa menghapus siluetmu. Sungguh sulit bagiku.

                Pagi ini, kulihat ada pesan singkat darimu. Hatiku bergetar, darahku berdesir. Aku tak percaya, kau masih mengingatku. Tapi, mimpi hanyalah mimpi, mimpi itu tak akan mungkin jadi kenyataan. kau mengundangku ke acara reuni SMA. S-M-A, rasanya luka itu kembali menganga, mengeluarkan cairan kental putih. Puing-puing hatiku kini retak kembali setelah aku dengan susah payah menambalnya selama 7 tahun belakangan ini. Kuhela nafas panjang, kau masih yang terindah.


***

“dr. Alvin Jo. Wuihh keren bro!” sapa Rio –sahabatku- kala bertemu denganku.
“Rio, tak usah berlebihan begitulah!” ucapku, dia terkekeh kecil.
“Eh Vin, ngga bawa gandengan lo?” celetuk Shilla yang tengah hamil muda.
“Belom dapet nih, Shill!” ungkapku malu.
“Belom dapet apa belom Move On?” goda Ify padaku.
“Elo Fy. Belom dapet kok.” Sanggahku pada sindiran Ify.
“Hay teman-teman! Maaf telat, macet sih!” kudengar suara yang amat sangat tak asing di telingaku, suaranya tak akan pernah kuluypakan sampai kapanpun, suara ‘My Bakpao’ dulu dan benar saja dialah Sivia ‘My Bakpao’ku 7 tahun silam.
“Ya ampun Siviaaa!” jerit Dea. “Sivia, you’re so awesome, girl!” sambungnya.
“You too, De!” ucapnya di sertai senyumannya. Senyuman 7 tahun silam yang membuatku terpesona olehnya.
“Piaa, apa kabar dear? Kamu beda sama 7 tahun yang lalu!” seru Angel.
“Hehehe, I’m really fine guys. Kamu juga Ngel, malahan kamu udah punya anak!” Jawabnya.
“Hay, Paw! Pipi Bakpao kamu udah ilang yah! Hehehe” akupun memberanikan diri menyapanya, agak miris juga.
“Alviiin! Kebiasaan deh. Namaku SIVIA AZIZAH ya, bukan BAKPAO, lagipula aku udah ngga gendut lagi kok!” rengeknya ketika mendengarku mengucapkan sapaan specialku –dulu- padanya.
“Hehehe! Maaf Vi!” agak keki juga sih. Tuhan, dia masih sama dengan ‘Bakpao’ku dulu. Senyumnya, kerlingan matanya, suaranya, tingkah lakunya, hanya saja sekarang dia kelihatan jauh lebih dewasa.
“Ya ampun Shilla!” serunya menghampiri Shilla dan mengelus-elus perut buncit Shilla.
“Kamu kapan Vi?” tanya Shilla padanya.
“Secepatnya, Shil!” ungkapnya.

                ‘Pranggg’ sepertinya hatiku kembali hancur. Sama seperti ketika dia meninggalkanku tanpa alasan yang cukup masuk akal. Mendengar itu hatiku bergetar. Otakku kembali memutar memory itu layaknya proyektor.
*FlashBack*
“Maaf Vin, hubungan kita cukup sampai di sini ya!” ungkapnya padaku.
“Tapi, kenapa Vi? Kenapa segampang itu? Apakah hubungan yang kita jalin selama 3 tahun ini tidak berarti bagimu lagi?” ucapku padanya.
“Bukan. Bukan itu. Aku merasa kita sudah tidak sejalan lagi. Lagipula, kau terlalu baik untukku Vin!” butiran kristal itu kini mulai merembes di kedua pipi tembemnya.
“Tapi apa Via?” tanyaku meminta penjelasan atas kejadian ini.
“Maaf Alvin, aku benar-benar minta maaf. Aku tak sanggup mengatakannya padamu. Aku takut kau marah padaku, terutama pada dia!” ucapnya diiringi tangisannya.
“Dia? Dia siapa Via? Kau membuatku bingung!” seruku tegas.
“Maaf Vin! Maafin gue bro!” tiba-tiba Gabriel –sahabat karibku- datang dan merangkul Sivia. Aku makin dihinggapi rasa penasaran, ada apa ini?
“Sebenarnya, gue dan Sivia 1 tahun belakangan ini menjalin hubungan special di belakang elo Vin!” ucap Gabriel. Dan ‘Bug’ aku melayangkan satu tonjokan di pipi kiri sahabatku itu.
“Alviiiin!” jerit Sivia.
“Jadi ini Vi? Ini alasan kamu? Absurd banget Vi!” akupun mulai meneteskan cairan bening itu. Baru kali ini aku menangis di depan seorang wanita.
“Maafin aku Vin. Tapi aku lebih memilih Gabriel. Aku lebih nyaman sama Iyel dibanding kamu.” Ucap Sivia.
“Oke. Kita cukup sampai di sini, SIVIA!” ucapku tegas lalu beranjak pergi dari taman belakang sekolah dengan hati yang sudah sangat hancur. Hancur, sehancur-hancurnya. Wanita yang sangat aku sayangi itu dengan tega menghianati cinta tulusku padanya.


Kuharus, pergi meninggalkan kamu. Yang telah hancurkan aku. Sakitnya, sakitnya, ohh sakitnya. Cintaku, lebih besar dari cintanya. Harusnya kau sadar itu. Bukan dia tapi aku!
*FlashBack End*

                Dia kembali dengan sukses menghancurkan hatiku.
“Wah, beneran nih Siv?“ tanya Rio dan Ify bersamaan.
“Hmm...” tampaknya dia agak sedikit malu. “I... Iyaa!” lanjutnya dengan semburat merah di kedua pipinya.
“Wah, ada yang bakalan ngalamin Broken Heart season 2 nih!” sindir Cakka, yang sedari tadi hanya diam.
“Ehh!” kaget Sivia. “Siapa Kka? Alvin? Kurasa tidak, Alvin pasti sudah dapat yang  jauh lebih baik. Ya kan Vin?” lanjutnya.
“Ehh! I... Iy... Iya dong Siv! Haha. Elo ada-ada aja sih Kka!” ucapku setengah tak ikhlas. Ingin rasanya aku berbisik di telinga Sivia ‘Butakah batinmu? Kau masih yang terindah bagiku!’ tapi apalah daya. Semua kini tinggal kenangan.
“Tuhkan. By the way, mana nih cewe lo Vin?” tanya Sivia tiba-tiba. Pertanyaan yang sangat menusuk batinku.
“Ehh, ada kok. Dia lagi sibuk sih!” ungkapku sedikit jujur. Memang sih, ada seseorang yang sedang berusaha menutup luka itu, tapi dia tak bisa seperti Sivia. Sivia, masih tetap yang terindah bagiku. Ahh. Berfikir apa aku ini! Alvin, stop thinking about that!
“Kalo elo Vi? Mana nih calon lo?” tanya Angel.
“Gabriel sih masih di U.S.A bulan depan baru balik.” Jawabnya.
“Siv, ntar undang kita yah!” ucap Dea.
“Iya nih.” Ucapan Dea langsung dibenarkan oleh Shilla dan Ify.
“Oke sip. Kalian pada datang ya! Kamu juga Vin, sekalian bawa cewe kamu yah!” pinta Sivia.
“Oke deh!” ucapku setengah tak ikhlas. Acara pun berlangsung dengan lancar. Kami banyak menceritakan masa lalu ketika masih duduk di bangku SMA.

***



                Sekarang aku sadar. Aku harus melepasnya.  Aku harus mampu mengikhlaskan Sivia. Dia juga berhak bahagia. Aku tak boleh egois. Aku bertekad untuk Move On, aku juga berhak bahagia. Aku tak ingin dibayangi Sivia lagi. Cinta tak harus memiliki, mungkin begitulah kisahku. Meski aku dan Sivia tak ditakdirkan bersama, aku tetap mendoakan yang terbaik untuknya. Aku yakin, Tuhan akan mengirimkan seseorang yang lebih baik dari Sivia. Percayalah!

Nevermind, I’ll find someone like you. I wish nothing but the best for you too. Don’t forget me.


------------------------------

*fiyuhh kibas poni..
Jengjenggg, gimana? Ancur yak? Alurnya ngalor ngidul yak? Amanatnya absurd yak?  Hahaha.. sudah kuduga.. *nelenlaptop *showerandibawahdispenser
Nah, it’s besause aku minta Saran, Kritik, dan semacamnya nih. Share di Comment Box ya, sobat :’)

“Hargai karya seseorang. Meskipun karya itu sederhana”

Nhia Andinhy.

Rabu, 14 Maret 2012

Kisahku, Ceritaku.

Diposting oleh Nhia Andinhy di 19.55 0 komentar

*ceksound *ceksound
Test  1 2 3 *gaya
Heyyo! This’s my short story. Aseli karyaku sendirii.. Pengen aku post di sini. Kali aja gitu ada yang minat baca, daripada ngedekem di laptop mulu kan ya, mending di share. *yagak? *yagak?
Daripada banyak bacot, mending baca cerpenku dehh..
C
E
K
I
D
O
T


**********************************************************************************


Ketika hujan kala itu.

***

‘Tik... Tik... Tik...’
                Hujan. Ya 5 huruf yang bisa saja menggagalkan rencanaku. Tapi tidak dengan hari ini. Untung aku datang lebih awal dari hujan. Aku berjalan menyusuri koridor sekolah, kulihat bannyak siswa-siswa yang basah kuyup karena hujan pagi ini. Kupercepat langkahku menuju ruang Mading, hari ini mading edisi pertama harus ku terbitkan bersama Tim Redaksiku.
‘Krek’
                Begitu kubuka pintu ruangan, aku melihat sesosok lelaki tengah terlelap di sofa.
“Hey, apa yang kau lakukan. Bangunlah! Aku ingin menyelesaikan pekerjaanku.” Mungkin dia kaget mendengar suaraku yang bisa dikatakan jauh dari kata m-e-r-d-u, dia terbangun. Sungguh lucu ekspresinya, ingin rasanya aku tertawa melihatnya begitu.
“Oh, maaf. Aku hanya numpang tidur sebentar. Aku datang kepagian lalu karena sekolah masih sepi kuputuskan untuk bermain basket, tapi tiba-tiba hujan turun. Maaf ya, Alyssa.” Dia menjelaskan alasan kenapa dia bisa terdampar ke ruang mading.
“Tak apa sih. Tapi darimana kau tau namaku? Bukankah kita baru bertemu?” Keningku sedikit berkerut ketika dia menyebutkan namaku tadi. Apakah dia seorang peramal? Aku belum pernah melihatnya dan baru hari ini aku melihatnya selama 2 tahun aku sekolah di sekolah ini.
“Aku mengetahui namamu dari nametag yang kau kenakan itu.” Sambil menunjuk kearah name tag yang ku kenakan dia tersenyum. “Kenalkan aku Mario Stevano. Kau bisa memanggilku Rio. Aku anak basket di sekolah ini.” Lanjut Rio –setelah ku tahu siapa namanya- memperkenalkan diri.
“Aku Alyssa Saufika. Panggil saja Ify. Memang namaku itu tak ada miripnya dengan nama asliku.” Balas aku yang memperkenalkan diri kepadanya.
                Hari itulah awal mula ceritaku ini.

***
                Hari-hari selanjutnya Rio kerap mampir di ruanganku itu. Kami sering berguyon. Dia anak yang smart juga humoris. Rio juga sering mengomentari Mading yang kubuat bersama Tim Redaksiku. Komentar yang ujung-ujungnya membuat aku tak bisa menahan tawa. Aku jadi semakin dekat dengannya. Dan akhirnya kami pun bersahabat.

***
                Persahabatan kami berlanjut hingga kami kelas XII. Melihat keakraban antara kami, Sivia –salah satu temanku- mengira bahwa aku dan Rio adalah sepasang kekasih. Bukan hanya Sivia tapi hampir satu sekolah menyangka kami ini sepasang kekasih. Tingkahnya yang sering mengantar-jemputku, merangkul pundakku saat kami berjalan dan masih banyak lagi tingkahnya yang dapat membuat siapapun yang melihat kami akan berprasangka seperti Sivia. Dia malah tertawa saat aku menceritakan opini anak-anak terhadap keakraban kami.
“Memang, aku ganteng dan kau cantik. Pasangan yang serasi bukan? Hahaha. Tapi, setelah ku fikir-fikir aku menarik kata-kataku tadi. Kau tak cantik Fy! Kau itu kurus. Hahaha!” Aku membulatkan mata lalu mendengus pelan mendengar tanggapannya.
“Dasar kau!” Aku mencubit perutnya. “Masih mau mengataiku kurus? Lalu kau sendiri apa? Tengkorak berjalan? Iyaa? Hahaha.”
“Au, ampun Fy. Peace! Dengar dulu, aku belum selesai. Kau tidak cantik. Kau itu kurus. Tapi kau sangatlah manis. Kau beda dengan cewek lainnya, Fy. Baru kali ini aku dekat dengan cewek. Dulu aku fikir cewek itu sangatlah manja. Kau mengubah anggapanku terhadap cewek. Kau bukanlah cewek yang manja.” Kurasakan pipiku memanas, aku malu. Dan untuk yang pertama kalinya dia memujiku.  Rio membuatku GR.
“Hey, lihat pipimu. Merah seperti tomat. Hahah, pasti baru aku cowok yang menggodamu seperti tadi.” Sebelum aku mengatakan apapun, dia sudah lari menghindar dariku.
“RIOOOO... Dasar cungkring!” Aku mendesah pelan. Tapi entah kenapa aku merasa senang akan pujiannya, aku merasa ada kupu-kupu menari dalam perutku. Ahh,Rio.
                Semakin hari aku merasakan ada rasa yang sulit ku deskripsikan. Aku merasa hal aneh yang tak pernah kurasakan selama ini. Tuhan, ada apa denganku.

***
                Pagi ini tak ada jadwal sekolah, aku hanya malas-malasan di rumah. Bosan juga. Tapi tiba-tiba phonecellku berdering. Aku melihat nama yang tertera di layarnya ‘Mario Stevano calling’ dan segera mengangkat teleponnya.
“Halo. Iya kenapa Yo?” sahutku.
“Fy, pasti kau belum mandi. Iya kan? Hahaha” terdengar suaranya sedang cekikikan diseberang telepon.
“Iya. Memang kenapa?” tanyaku padanya.
“Tidak, aku hanya basa-basi saja. Apa kau tidak merasa bosan Fy?” tanyanya padaku.
“Bosan. Ya aku merasa bosan, memangnya kenapa?”
“Alyssa, daritadi kau selalu saja bertanya. Lebih baik kau mandi dan dandan yang rapi 10 menit lagi aku menjemputmu.”
“Apa? Kau mau meng...” belum sempat kuselesaikan pembicaraanku, Rio sudah menutup teleponnya. Dasar Rio! Tapi aku senang, itu artinya hari ini tidak terlalu membosankan. Sepersekian detik kemudian aku langsung menyambar handuk dan segera mandi. Tak kurang dari 30 menit aku sudah selesai berdandan.
“Ahh, dasar wanita. Kau tahu aku menunggumu sejak tadi.” Cerocos Rio.
“Cerewet kau. Memangnya kita mau kemana?” Tanyanku.
“Ikutlah denganku.” Rio lantas menarik tanganku. Aku tak tahu kemana Rio akan mengajakku pergi. Kulihat dia tak mengendarai mobil ataupun motor.
“Hey, tunggu! Kita mau kemana? Mana mobilmu?” Tanyaku bingung.
“Eng... Ing... Eng... Lihatlah Fy, kita akan mengendarai sepeda ini.” Seru Rio sembari menunjukkan 2 buah sepeda yang terparkir di depanku.
“Kau mau kemana, Mario?” Ucapku agak sedikit geram dengan sikapnya.
“Kita ke bukit rembulan.” Ucapnya lalu mengambil salah satu sepeda. Aku yang melihatnya sedikit menggeleng akan tingkahnya. “Hey nona Alyssa. Ayoo! Tunggu apalagi?” Ucapnya mengangetkanku.
“Iyaa.”


***

                Kurang lebih 30 menit kami mengayuh sepeda kami masing-masing, akhirnya kami sampai juga.

“Hosh.. Hosh..”
“Kau capek, Fy?” Tanyanya padaku.
“Lumayan. Kau memangnya tidak capek?” Jawab dan tanyaku padanya.
“Ini. Minumlah. Aku tahu kau capek!” Jawabnya sambil menyodorkan minuman kaleng kapadaku.
“Terima kasih.” Ucapku singkat.

                Hening. Aku tak tahu harus memulai atau tetap diam.
1 detik. 1 menit. 2 menit. 3 menit. 4 menit. 5 menit.

“Ify.” Ucapnya.
“Ya.” Balasku.
“Aku ingin cerita padamu. Tapi, sebelumnya kau harus janji padaku untuk tidak membocorkannya ke siapapun. Deal?” Ucapnya.
“Ceritalah!” Balasku.
“Tapi, kau mau menjaga rahasia yang akan ku ceritakan padamu?” Tanyanya meyakinkanku.
“Ya.” Jawabku singkat.
“Ify, kau pernah jatuh cinta?” Tanyanya mengagetkanku. Mataku membulat mendengarnya.
“Ya. Memangnya kenapa kau menanyakan hal seperti itu?” Jawabku.
“Kau tahu tidak? Kurasa aku sedang jatuh cinta Fy.” Ungkapnya sambil tersenyum menatap lurus ke depan.
“Oh ya? Apa aku mengenal wanita itu?” Tanyaku. Tapi aku merasa aneh. Ada gemuruh kecil dihatiku.
“Ya. Bahkan kau sangat sangat mengenalnya.” Jawabnya, lagi-lagi membuat gemuruh kecil itu sedikit membesar. Aku penasaran, siapa wanita itu?
“Siapa dia?” Tanyaku singkat. Kurasa aku takkan sanggup mendengar apa yang akan dia ucap. Mataku panas. Ohh tidak! Jangan sampai dia melihatnya. Dengan sigap aku segera mengucek mataku.
“Kau akan tahu nanti. Heheh..” Jawabnya sukses membuatku bernafas lega tapi tetap saja hatiku tak bisa menerima kenyataan kalau dia-Mario- menyukai seorang wanita. Tunggu! Ada apa denganku? Tidak, apa aku menyukainya?
“Ify? Kau kenapa? Ahh, aku tahu. Kau pasti penasarankan? Hayoo!” Serunya. Cukup membuatku kaget.
“Ahh, iya. Aku penasaran.” Kupaksakan seulas senyum untuk menutupi perasaanku-perasaan yang tak aku tahu-.
“Haha. Eh, kau cerita dong!” Katanya sambil menaik-turunkan alisnya di depanku.
“Cerita? Cerita apa?” Tanyaku sedikit bingung.
“Cerita tentang, siapa yang kau suka sekarang? Aku kan barusan sudah menceritakannya.” Jawabnya polos.
“Pentingkah untuk kau tahu?” Aku balik bertanya padanya. Belum sempat dia menjawab, aku langsung berdiri. “Kurasa itu tak penting, biar aku dan Tuhan yang tahu. Bila saatnya tiba, kau juga pasti akan tahu sendiri.” Ucapku sambil tersenyum padanya.
“Baiklah kalau kau tak mau menceritakannya padaku. By the way, kau mau kemana?”
“Aku ingin duduk di kursi taman itu.” Jawabku sambil menunjuk salah satu kursi taman yang terdapat di sana. Dia mengikutiku dari belakang. Seharian kami hanya bercerita, bermain, dan kadang kami bergurau.

***

                Pagi itu hujan kembali datang dengan ribuan bahkan jutaan pasukannya, membuat suasana cukup dingin. Aku memutuskan untuk ke ruang mading.
‘Krek’

“Pagi, Alyssa!” Ucap seseorang yang tengah duduk manis sambil memegang selembar kertas.
“Rio! Kau membuatku kaget. Ada apa kau ke sini?” Tanyaku pada Rio-seseorang tadi-.
“Memangnya tak boleh?” Tanyanya. Belum sempat aku menjawab dia sudah berbicara. “Oh ya, kurasa puisi ini perlu dimodifikasi sedikit.” Ungkapnya sambil memperlihatkan kertas yang dia pegang padaku.
“Hmm, ternyata kau jago juga menilai ini. Hehe. Kufikir kau hanya bisa memasukkan bola ke dalam keranjang saja.” Ucapku dengan nada sedikit meledek.
“Huhh.. Enak saja kau. Oh iya, kudengar minggu ini akan diadakan BimBel untuk kelas XII. Tak terasa ya, sebentar lagi kita menjelma menjadi “Mahasiswa” hahahh.”
“Iya. Aku juga sudah mendengarnya dari Pak Dave. Hahah, kau itu. Masih ada UN. Bagaimana kalau kau tak lulus?” Ucapku sambil melirik kearahnya.
“Enak saja kau!”

                Bel berbunyi. Itu artinya, kami harus kembali ke kelas. Di perjalanan menuju kelas aku sedikit berfikir. Benar yang dikatakan Rio. Setelah lepas dari ini, kami akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dan itu artinya, aku harus lanjut ke Pranciss. Harus meninggalkan Indonesia berarti harus meninggalkan Rio. Ahh, berfikir apa aku ini.

***

                Benar saja. Aku, Rio bahkan seluruh kelas XII kini sibuk mempersiapkan diri menghadapi Ujian Nasional yang tinggal beberapa bulan lagi. Aku dan Rio sering belajar bersama, di samping ada BimBel yang diselenggarakan oleh sekolah. Kadang Rio yang datang ke rumahku, atau sebaliknya. Rumahku dan Rio lumanyan dekat, jadi tak masalah bagiku.

“Ify, kau ingat dengan wanita yang aku sukai yang tempo hari ku ceritakan padamu?” Tanyanya di sela-sela BimBel Matematika sore itu.
“Hmm.”
“Akan ku beri tahu kau pada saat penentuan kelulusan nanti. Hihii..”

                Dasar Rio bodoh! Kenapa dia mengungkit itu lagi? Ingin rasanya aku teriak tepat di telinganya. ‘Stop! Kau tahu? Semua itu membuatku sakit, Mario! Aku menyukaimu, bodoh!’

***

                Pagi itu cuaca mendung menyelimuti Jakarta. Dengan langkah gontai, aku memasuki pekarangan sekolah. Mengingat hari ini, membuatku tak bersemangat di saat semua teman-temanku mungkin bersemangat bahkan sangat antusias dengan hari ini.

“Hey, kau kenapa?” Tanya Sivia ketika aku sudah sampai di kelas.
“Ahh, tidak. Aku Cuma merasa deg-degan menunggu nanti.”
“Ohh. Kau mau ke kantin, Fy? Aku lapar.” Ajaknya.
“Tidak, terima kasih.” Ucapku seraya berjalan keluar kelas. Aku merasa aneh hari ini, di saat semua orang bersuka cita, aku malah seperti ini. Kuputuskan untuk ke taman dekat kantin yang lumayan sepi. Aku ingin sendiri. Jika aku teringat bahwa hari ini adalah hari penentuan kelulusan, pasti perasaan Galau menghinggapi hatiku. Kembali terngiang akan janji Rio padaku. Janji bahwa dia akan memberitahuku rahasia hatinya selama ini. Jujur, hhatiku tak bisa menerima semua itu.

“Kau disini rupanya!” Seseorang dengan tiba-tiba duduk di sampingku.
“Kau.” Ucapku datar ketika melihat sosok Rio di sampingku.
“Ify, kau kenapa?” Tanyanya. Mungkin heran dengan sikapku.
“Aku. Tak apa, hanya saja aku merasa aneh hari ini.” Ungkapku, sedikit jujur.
“Hmm, aku akan memberitahumu tentang gadis itu. Tapi nanti. Heheh. Aku tak sabar Fy!” Ucapnya antusias.
“Oh ya? Selamat kalo begitu.” Sungguh, aku benar-benar muak. Kapan sih dia bisa peka denganku? Aku tak kuat bila harus mengetahuinya. Kuputuskan untuk pergi darisana sebelum butiran kristal itu jatuh di pipiku, aku tak ingin Rio tahu. Aku ingin dia sadar dengan sendirinya.
“Ify! Ify!” Beberapa kali kudengar Rio memanggilku, tapi tak kuhiraukan.

***

                ‘Tik... Tik... Tik...’

“Hujan?” Gumamku sambil menengadah ke atas. Benar saja, hari ini hujan turun.
“Ify! Kau kenapa?” Tanya Rio dari belakang. Aku menoleh dan kupaksakan seulas senyuman untuknya, untuk sahabatku yang kusayangi-dan berharap lebih dari itu-.
“Aku. Aku hanya kurang enak badan saja, jadi sikapku aneh. Maaf!” Ungkapku berbohong. Ku lihat beberapa temanku berlarian ke arah papan pengumuman, lalu aku melirik jam yang melingkar manis di pergelangan tanganku. Memang sudah waktunya, itu artinya... Sudahlah.
“Aku kesana dulu ya! Permisi.” Belum sempat aku beranjak dari tempatku. Rio menarik tanganku.
“Aku ikut.”
“Yasudah. Ayoo!”

                Jariku berlomba menelusuri papan itu. Kudapat namaku  terpampang jelas di sana. Ada rasa bahagia di sudut hatiku. Aku Lulus!

***

                Di tengah lapangan aku berdiri. Sendiri. Aku memilih di sana, agar air mataku bisa terkamuflase oleh air hujan. Aku menangis sejadinya. Saat semua pergi, hanya aku dan hujan di sini. Rio? Dia sudah pergi bersama mimpinya. Baru saja aku mengetahui, bahwa Shilla-lah mimpi Rio. Bukan aku. Tertawa? Kalian pasti menertawakanku. Betapa bodohnya aku, bahkan saat detik terakhir aku melihatnya, aku tak memberitahukan perasaanku padanya.

‘Tiin... Tiin...’

                Suara klakson mobil terdengar jelas di telingaku.

“Ify, apa yang kau lakukan di situ, nak?” Sesosok wanita paruh baya turun dari mobil sambil membawa payung dan jaket ke arahku.
“Oma.”
“Ayo, cepat. Kalau tidak kita akan ketinggalan pesawat. Ini pakailah, nanti di mobil kau keringkan badanmu itu.” Cerocos Omaku, Oma Ira.
“Baik, Oma.” Aku berjalan menuju mobil, sedetik kemudian mobil yang kutumpangi melaju menerobos hujan. Aku sedikit kecewa tentang Rio. Tapi untungnya, aku sempat menyisipkan surat ke dalam tasnya.

***

The End.

**********************************************************************************
Fiuhh *kibasponi Gimana? Gimana?
Jelek yah? Alurnya ancur ya? Hehe -_-“
Maklum, namanya juga amatiran. Jadi masih absurd J Kritik, saran masih sangat diperlukan.
No Copas! Hargai karya orang. (y)

New Blogger

Diposting oleh Nhia Andinhy di 19.01 0 komentar
Assalamu Alaikum Wr. Wb :D

Hahihuheho *cilukkbaa

Hey, kenalin aku Nhia Andinhy, or you can call me Dinoy. Heho :)
Iseng-iseng buat blog, pengen nuangin isi kepala *halaahh :D and all about my life in this blog.

Wassalam. ;)
 

N h i a n d i n h y' s World Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea